Rabu, 25 Januari 2012

MAKNA GELAR AKADEMIK SEBAGAI FENOMENA SOSIAL


MAKNA GELAR AKADEMIK SEBAGAI FENOMENA SOSIAL

Beberapa waktu lalu ada teman di facebook yang menanyakan “ Apa arti gelar sarjana buat anda ? Dan apakah yg diharapkan dr gelar sarjana? ( dari keprihatinan ada anak ingin kuliah tapi ortunya tidak ngijinin karena kata mereka banyak sarjana nganggur , lalu buat apa kuliah... ) “
Pertanyaan ini sangat simpel, sederhana tapi menarik buat saya untuk menulis tentang makna gelar akademik.
Gelar akademik , menurut Wikipedia, adalah gelar yang diberikan kepada lulusan pendidikan akademik bidang studi tertentu dari suatu perguruan tinggi. Gelar akademik kadangkala disebut dengan istilahnya dalam bahasa Belanda yaitu titel (dari bahasa Latin titulus). Gelar akademik terdiri dari sarjana (bachelor), magister (master), dan doktor (doctor).
APA sih arti gelar sarjana?
Bagi mereka yang tinggal di perkotaan, barangkali gelar sarjana sudah bukan lagi sesuatu hal yang luar biasa. Gelar itu tidak lagi mendatangkan “Sensasi “ tersendiri. Ribuan sarjana “dicetak” setiap tahunnya oleh ribuan universitas hingga lembaga sejenis pelatihan yang tersebar di mana-mana. Ribuan sarjana meramaikan pasar pencari kerja dan sibuk menawarkan dirinya ke berbagai penyedia lapangan kerja. Sebagian besar terpental dan tidak tertampung kemudian masuk dalam lingkungan masyarakat, tanpa tahu harus berbuat apa-apa. Sangat Ironis.

Lalu bagaimana menjadi sarjana di satu kampung yang terpelosok atau daerah yang kecil dan mungkin tak tercatat dalam peta negeri ini? Dimana untuk meraih gelar kesarjanaan memerlukan pengorbanan dan perjuangan yang tidak mudah ? Sebuah kebanggaan. Sebuah kebahagiaan. Seakan-akan ada rezeki yang tiba-tiba jatuh dari langit hingga membuat hari-hari seakan berubah. Berhasil menjadi sarjana di satu daerah kecil adalah keberhasilan dalam mengangkat harkat dan derajat diri serta keluarga besar. Jika sebelumnya menempati lapis terbawah dari satu struktur sosial dan hidup dengan selalu membungkukkan badan pada yang lain, setelah menjadi sarjana hidup tiba-tiba berubah. Tumbuh rasa percaya diri serta keyakinan bahwa keluarga itu sudah bisa sejajar dengan yang lain.
Sebagai fenomena sosial, gelar akademik dapat dikatakan merupakan bentuk simbol status baru yang diciptakan seiring tumbuhnya lembaga pendidikan tinggi. Bicara tentang  simbol status akan menarik sekali kalau itu dikaitkan dengan orang Indonesia. Bagi orang Indonesia yang sangat gengsi dan status minded, gelar kesarjanaan dapat disamakan dengan gelar kebangsawanan versi baru yang menggantikan gelar kebangsawanan tradisional yang mulai ditinggalkan banyak orang. Gelar kesarjanaan yang seharusnya menjadi sertifikat keahlian untuk bekal terjun mengabdi dan berkarya bagi pembangunan bangsa dan Negara , akan mudah disalahgunakan begitu mengalami deviasi pemaknaan menjadi sekedar simbol status dan gengsi. Orang merasa belum percaya diri kalau di depan namanya tidak ada gelar kesarjanaan.
Arti gelar sarjana sangat kompleks : sebagai simbol cita-cita yang terwujud, kebanggaan, prestise, kalau untuk mencari kerja....itu sebagai salah satu media pendukung akan keahlian yang sesuai dengan bidang akademik dari gelar itu...yang penting harus juga diimbangi dengan kualitas diri......kalau ada pendapat banyak sarjana menganggur....itu berarti ada kesenjangan antara gelar itu dengan kualitas pribadi si pemegang gelar....karena sebenarnya kalau dilihat dari sisi pengusahanya, juga banyak yang mengeluh lho..." kenapa cari karyawan yg sesuai kriteria kok susah ya "...jadi dimana letak kesalahannya ?.....mungkin perlu evaluasi yang lebih mendfalam akan hal ini.
Jika ada yang berpendapat “ Buat apa kuliah tinggi jika sekarang banyak sarjana yang menganggur ? “: Pendapat itu relatif....tergantung cara pandang masing2 orang dan latar belakang sosial, pendidikan dll. Semua hanya masalah paradigma yang berbeda sudut pandang.Yang pasti dalam bidang apapun harus ada prinsip “ The right man on the right place “ sehingga bisa meminimalisir fenomena negatif akan makna sebuah gelar akademik yang hanya sebagai pelengkap status sosial dan prestise semata yang semestinya ada tanggung jawab moral yang besar didalamnya.

Selasa, 17 Januari 2012

MENJADI IBU RUMAH TANGGA ATAU WANITA KARIR......ITU PILIHAN


MENJADI IBU RUMAH TANGGA ATAU WANITA KARIR......ITU PILIHAN



Oleh : Yuyung Riana, S.Psi

Selepas sekolah, kita para perempuan semangat mengejar cita-cita. Memilih kuliah terbaik untuk akhirnya mendapatkan pekerjaan yang terbaik pula, dimana pada zaman sekarang ini wanita bekerja sudah menjadi trend dan tuntutan zaman, selain tentu saja berkarir sebagai ajang untuk aktualisasi diri, sosialisasi dan prestise sosial tentunya. Disamping itu semakin terbuka peluang yang sangat besar bagi para perempuan untuk menunjukkan eksistensinya disegala bidang.
Dan setelah menikah, semua idealisme yang kita perjuangkan, karier yang susah payah kita bangun yang tentu saja ada prestis didalamnya, seakan berada di ujung persimpangan jalan saat kita dihadapkan diantara 2 pilihan : “ Menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir ? “
Inilah pertanyaan yang muncul disetiap benak perempuan bekerja setelah berkeluarga, terutama setelah hadirnya sibuah hati. Sebelum mempunyai anak, mungkin pilihan tersebut bisa dengan mudah kita ambil. Tetapi setelah hadirnya sibuah hati, pilihan tersebut terasa sulit dengan berbagai pertimbangan yang muncul.
Setiap dari kita pasti mempunyai prioritas dalam hidup yang pastinya masing-masing dari kita sangat berbeda-beda. Dan prioritas kita setelah berkeluarga, pasti jauh berbeda dengan prioritas hidup sebelum berkeluarga dulu. Dengan mengedepankan pertimbangan yang dalam dan hasil pemikiran yang berbeda-beda, ada yang memilih menjadi wanita karir setelah menikah, namun tidak sedikit pula yang memilih menjadi ibu rumah tangga dengan meninggalkan kesuksesan karir yang telah dibangun bertahun-tahun sebelumnya.

Memilih menjadi wanita karir
Sebagian perempuan yang memilih tetap menjadi wanita karir setelah menikah memiliki beragam alasan, diantaranya :
  • Mempunyai karir dan jabatan yang sudah bagus sebelum menikah, sehingga merasa sayang untuk ditinggalkan begitu saja.
  • Perasaan malu, kurang percaya diri menyandang predikat sebagai ibu rumah tangga setelah sebelumnya mempunyai jabatan yang bagus di kantor.
  • Pendidikan yang tinggi, sehingga merasa sayang jika tidak diaplikasikan.
  • Tidak punya pilihan lain, selain tetap bekerja karena penghasilan suami yang dirasa kurang mencukupi kebutuhan rumah tangga.
  • Bekerja sebagai bentuk aktualisasi diri, ajang sosialisasi dan prestise sosial.
  • Bisa memenuhi kebutuhan pribadi tanpa tergantung kepada suami.
  • Bekerja merasa lebih dihargai.
  • Dll.

Memilih menjadi ibu rumah tangga
Diperlukan kebesaran hati dan kesiapan mental untuk mengambil pilihan ini, terutama jika penghasilan sebelumnya cukup besar dengan posisi karir yang terbilang bagus. Ada konsekuensi berat yang harus diambil, diantaranya : pemasukan keluarga berkurang, berkurangnya kemandirina secara finansial bagi si ibu, secara psikologis , berpindahnya status wanita karir menjadi ibu rumah tangga tentu membutuhkan kesiapan batin untuk menerimanya dengan ikhlas.

Beragam alasan para perempuan yang memutuskan menjadi ibu rumah tangga setelah berkeluarga yang sebelumnya bekerja, diantaranya :
  • Pendapatan suami sudah mencukup kebutuhan keluarga.
  • Kesadaran pribadi akan kodrat perempuan sebagai ibu rumah tangga yang mengabdi sepenuhnya ke keluarga.
  • Tuntutan keluarga untuk berhenti bekerja.
  • Anak-anak yang membutuhkan keberadaan sosok ibu dirumah.
  • Ingin memiliki banyak waktu untuk keluarga.
  • Mendampingi pertumbuhan dan perkembangan anak secara fisik dan psikologis.
  • Merasa jenuh dengan pekerjaan yang digeluti selama ini.
  • Ingin menikmati peran sebagai istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya sepenuhnya.
  • Dll.

Lantas bagaimana dengan pilihan kita ?
Apapun pilihan yang kita ambil, itu benar adanya. Tidak ada pilihan yang salah atau benar. Salah jika kita tidak bisa menempatkan segala sesuatu ditempatnya. Yang pasti adalah pilihan yang kita ambil sudah tepat dengan kondisi keluarga kita, karena yang tahu kondisi kita sebenarnya adalah diri kita sendiri dan bukan orang lain. Bukan pilihan yang sesuai keinginan kita, tetapi pilihan yang sesuai dengan kebutuhan kita.
Mungkin kita pernah membaca status facebook teman yang seorang ibu rumah tangga pukul 09.00 pagi sedang menonton tv, siang hari sedang menyuapi makan anak , sore hari ngopi di cafe dengan teman-teman arisan lalu ditutup dengan meninabobokkan si anak ditempat tidur di malam hari. Akh....terasa indahnya hidup ini......!!
Ada memang ibu rumah tangga yang berkecukupan secara materi dan semua serba ada, tetapi tidak sedikit pula ibu rumah tangga yang mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak . Selain itu banyak juga ibu rumah tangga yang mendedikasikan sebagian waktunya untuk aktif di berbagai komunitas dan bersosialisasi.
Para ibu rumah tangga masa kini tentu berbeda dengan ibu rumah tangga dua / tiga generasi sebelumnya, dimana pada waktu itu perempuan belum memiliki kesempatan yang setara dengan para pria seperti sekarang. Kini zaman telah berubah, akses perempuan untuk memilih pendidikan tinggi, karir yang bagus sangatlah terbuka lebar. Sehingga untuk menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah pilihan, yang mungkin pada zaman dulu itu sebuah keharusan karena tidak ada pilihan lain. Sangat jauh berbeda konteks.
Tidak sedikit perempuan yang hebat, smart, berpendidikan tinggi dan memiliki basic akademis yang bagus memilih menjadi ibu rumah tangga sebagai pilihan hidupnya. Bukan suatu hal yang harus disayangkan, karena ada tanggung jawab besar untuk mendedikasikan kehebatan, kecerdasan dan pendidikan yang tinggi itu membangun keluarga yang ideal , untuk mendampingi tumbuh kembang anak sehingga kedepannya diharapkan menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas dengan hasil sentuhan seorang ibu yang hangat, penuh kasih dan mempunyai kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual. Bukankah sebuah pilihan luar biasa untuk menjadi ibu rumah tangga. Sehingga tidak perlu merasa minder ataupun tidak percaya diri.
Dan bagi yang memilih tetap berkarir , anda sangatlah luar biasa. Karena walaupun banyak waktu yang terlewatkan bagi kebersamaan keluarga dan pendampingan anak, pastinya anda semua adalah seorang ibu yang sangat mencintai keluarga sehingga dengan ikhlas menjadi pejuang bagi keluarga. Kalaupun itu pilihan anda, pasti sudah dipikirkan segala konsekuensinya. Mungkun secara kuantitas berkurang tapi secara kulaitas harus kita maksimalkan untuk mendampingi anak. Karena itu sudah pilihan yang kita ambil. Berbanggalah kita masih punya pilihan dalam hidup. Karena sebenarnya ada juga perempuan yang sebenarnya ingin memilih berhenti bekerja untuk mendampingi anak-anak, tetapi karena tidak punya pilihan lain sehingga bekerja merupakan sebuah keharusan.
Pada intinya, menjadi ibu rumah tangga ataupun tetap berkarir, adalah pilihan yang harus kita tentukan sendiri sebagai perempuan dan ikhlas menjalaninya plus ada support dari suami , dan yang penting Fell happy dan enjoy.Semua kembali ke pilihan pribadi, dan jangan jadikan pilihan itu sebagai suatu bentuk “ pengorbanan “ karena tidak ada yang lebih mulia selain menjadi ibu rumah tangga yang lewat sentuhan kasih sayangnyalah akan melahirkan pribadi berkualitas dikemudian hari dan menjadi wanita karir yang tetap mencintai dan menomorsatukan kebahagian keluarga. Karena dibalik kesuksesan dan kehebatan seseorang , pasti juga ada cerita berliku dibaliknya. Jadi...apapun pilihan kita...tetap jalani dengan hati.
( Yuyung Riana )

Senin, 16 Januari 2012

Puisi Pernikahan Kami

" PUISI PERNIKAHAN KAMI "
Oleh : Yuyung Riana






Yuyung Riana & Eko Minto Widodo



Y aa Illahi Rabbi....kubersimpuh memohon ridha-Mu
U ntuk menyempurnakan sebagian ibadah kami
Y aa Illahi Rabbi...saat harapku berlabuh di dermaga-Mu
U ntuk menjalankan sunnah-Mu
N aungilah kami dalam lautan cinta dan kasih-Mu, dalam...
G oresan takdir yang tertoreh tanda kuasa-Mu

R isauku....dikala himpitan itu ada....
I zinkanlah aku mencintai makhluk-Mu
A ndai aku bisa, hanya Engkaulah yang aku cinta
N amun aku hanya manusia biasa
A ku tetap akan senantiasa bersujud kepadaMu

&

E ngkaulah....Dzat yang maha segala-galanya
K etika kaki-kaki telanjang menyusuri jalan tak beraspal
O nak dan duri yang ada bak riak di samudera.....dan...

M enikah....ketika hari indah itu tiba
I zinkanlah kami menyegerakannya
N iat, harap, hati, jiwa dan mimpiku...tersirat dalam ijab
T uk bisa bersamanya....kemarin, sekarang dan selamanya
O hh Illahi Rabbi...satukanlah kami dalam ikatan suci

W aktu berjalan terasa begitu indah
I ringi bunga-bunga yang tak biru lagi
D ia....satu yang kupilih, dan aku.....satu yang dia pilih
O rang tua merestui pilihan itu
D alam lembaran baru fase kehidupan .....yaitu pernikahan
O hh Illahi Rabbi...terimakasih untuk anugerah yang indah ini


by : Yuyung Riana, 2006