Rabu, 19 Juni 2013

MENJADI DIRI SENDIRI DENGAN KEBAHAGIAAN EUDAIMONIC

MENJADI DIRI SENDIRI DENGAN KEBAHAGIAAN EUDAIMONIC



           Jadilah diri sendiri !! Kata-kata ini mungkin sering kali kita dengar ya sebagai tips untuk memberi semangat kita untuk berubah atau untuk melakukan apa saja yang tujuan utamanya adalah agar kita meraih kebahagiaan sesuai kemauan kita. Tapi bagaimana sih sebenarnya “ Menjadi Diri Sendiri “ itu ?
           Coba deh kita bayangin jika kita baru saja membeli rumah baru, apa yang kita rasakan? Senang dan bahagia? Itu pasti. Sekarang coba bayangkan lagi jika kita berhasil melakukan sesuatu yang dari dulu benar-benar ingin kita lakukan. Misalnya : kita berhasil menerbitkan sebuah novel karya kita sendiri atau kita berhasil mencapai puncak sebuah gunung yang dari dulu ingin kita daki. Apa yang kita rasakan? Senang dan bahagia juga kan pastinya. Coba perhatikan deh, apakah ada perbedaan perasaan senang dan bahagia pada kedua situasi yang kita bayangkan tersebut ? Pastinya ada donk.
       Dalam dunia psikologi, Aristoteles sudah merasa bahwa ada kebahagiaan lain yang melebihi kebahagiaan yang sekedar memberikan rasa senang, seperti membeli mobil baru, membeli rumah baru, dan lain-lain. Jika Aristoteles menamakan kebahagiaan yang menimbulkan rasa senang tersebut sebagai kebahagiaan Hedonic, Aristoteles menamakan kebahagiaan “lain” ini sebagai kebahagiaan Eudaimonic, yaitu saat seseorang merasa potensi hidupnya telah berjalan secara maksimal.
          Kebahagiaan Eudamonic, menurut Aristoteles, adalah kebahagiaan yang tidak kosong atau yang hilang setelah sumber kebahagiaan itu sudah tak terlihat mata atau tak terasa oleh indera perasa. Sebagai contoh, menjalin hubungan yang indah dengan seseorang bisa mendatangkan senyum ke wajah kita, bahkan saat orang tersebut sedang jauh di negeri seberang, atau bahkan sudah meninggal.
       Menurut Aristoteles, kebahagiaan Eudaimonic lebih bersifat kejiwaan, sehingga lebih membuat jiwa seseorang sejahtera. Lihat saja contoh di atas, perasaan saat kita berhasil meraih cita-cita yang sudah lama kita impikan tentu lebih berharga dari sebuah rumah baru, bukan ? Walaupun keduanya tentu saja mendatangkan kebahagian sendiri-sendiri yang berbeda buat kita .
     Tiga orang peneliti dari Amerika Serikat (Michael Steger, Todd Kashdan, dan Shigehiro Oishi) membuktikan perkataan Aristoteles. Mereka menemukan bahwa dalam hidup, orang akan menemukan kebahagiaan Hedonis atau kebahagiaan Eudamonic. Tapi hanya kebahagiaan Eudamonic yang berhubungan dengan kesejahteraan jiwa (psychological well-being) yang lebih memberikan kepuasan hidup. Mereka menemukan bahwa setelah menjalani kebahagian Eudamonic, orang merasa hidupnya lebih memuaskan, merasa bahwa hidupnya lebih memiliki arti, dan merasakan emosi yang lebih positif.
           Salah satu cara untuk mencapai kebahagiaan Eudamonic adalah dengan menjadi diri sendiri. Sebagai ilustrasi, bayangkan ada seorang akuntan yang merasa bahwa dia lebih senang menjadi seorang pelukis. Tentu dia akan merasa lebih bahagia jika dia beralih profesi menjadi seorang pelukis (atau setidaknya mendapat kesempatan ikut les lukis di akhir pekan). Makanya kenapa banyak sekali orang rela menjalani dan menekuni hobi yang terkadang sama sekali berbeda dengan aktivitas atau pekerjaan sehari-harinya hanya untuk meraih kepuasan batin yang tidak dapat dibeli oleh uang atau digantikan dengan apapun yang sebenarnya tanpa kita sadari tujuan utamanya adalah untuk meraih kebahagiaan Eudamonic. See that !! Mungkin kita juga salah satunya bukan ? Dan uniknya , karena setiap manusia berbeda , mungkin ada juga beberapa orang yang melakukan suatu hobi yang mungkin dimata kita terlihat aneh dan ekstrim , tetapi dimata mereka yang menekuninya itu adalah sebuah keasyikan dan mendatangkan kepuasan bathin. Yach....manusia itu memang unik bukan.
           Menjadi diri sendiri memang membutuhkan usaha dan keberanian. Kita harus bersedia mendengarkan dan menerima pikiran-pikiran tergelap kita. Kita juga harus mencoba mengikuti keinginan terdalam kita (contoh ekstrimya nih , misalnya ada seorang pria yang beralih menjadi transgender karena merasa bahwa jiwanya adalah wanita) walaupun mendapatkan tekanan dari keluarga atau lingkungan di sekitar kita. Menjadi diri sendiri memang memiliki resiko sendiri. Mungkin, di jaman yang makin terbuka ini, sekarang adalah saat yang paling kondusif untuk mencoba menjadi diri sendiri, agar kita meraih bahagia dan sejahtera secara psikologi. Tetapi bukan berarti kita harus melakukan apa saja yang kita mau dengan sesuka hati lho ya. Tetap semua harus ada filter dari agama dan norma yang ada. So Be your self and get Eudaimonic Happiness :-)

Ada beberapa cara untuk menjadi diri sendiri :
1.Memilih apa yang Anda inginkan
2. Bersenang-senang sesuai dengan siapa diri Anda
3. Berhubungan dengan orang lain
4. Menerima kekalahan
5. Ikuti hati nurani



Tidak ada komentar:

Posting Komentar