Selasa, 12 Desember 2017

DAMPAK PSIKOLOGIS ANAK KORBAN PERCERAIAN ORANG TUANYA



DAMPAK PSIKOLOGIS ANAK KORBAN PERCERAIAN ORANG TUANYA



Oleh : Yuyung Riana, S.Psi

Melihat kondisi zaman now ini, dimana angka perceraian semakin meningkat membuat miris hati. Walaupun penyebab perceraian bisa bermacam-macam faktornya, bisa dari masalah internal maupun eksternal dari kedua pihak tersebut. Tentu saja hal ini merupakan salah satu faktor penyebab rasio tingkat perceraian setiap hari semakin meningkat.
Perceraian adalah keputusan yang disepakati bersama demi kebaikan dari kedua pihak, tanpa melihat bahwa yang akan menjadi korban dari sebuah perceraian adalah anak-anak. Kesepakatan yang mereka ambil menimbulkan efek yang sangat fatal bagi psikologis anak tersebut.
Anak yang terbiasa hidup dengan kedua orang tuanya, pasti akan merasa sangat kehilangan dengan adanya perceraian yang menimpa keluarganya, namun berbeda anak yang mengalaminya saat mereka belum  mengerti apa arti dari sebuah perceraian, dan biasanya orang tua mereka akan menutupi apa yang terjadi dengan keadaan sesungguhnya.
Disini saya tidak akan membahas tentang perceraian itu sendiri, tetapi lebih menitikberatkan pada dampak psikologis yang ditimbulkan bagi anak-anak korban perceraian kedua orang tuanya. Jika memang perceraian adalah satu-satunya jalan yang harus ditempuh dan tak terhindarkan lagi, apa tindakan terbaik yang harus dilakukan oleh orangtua (Ayah dan Ibu) untuk mengurangi dampak negatif perceraian tersebut bagi perkembangan mental anak-anak mereka. Dengan kata lain bagaimana orangtua menyiapkan anak agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akibat perceraian. Sebelum perceraian terjadi, biasanya didahului dengan banyak konflik dan pertengkaran. Kadang-kadang pertengkaran tersebut masih bisa ditutup-tutupi sehingga anak tidak tahu, namun tidak jarang anak bisa melihat dan mendengar secara jelas pertengkaran tersebut.
Pertengkaran orangtua, apapun alasan dan bentuknya, akan membuat anak merasa takut. Anak tidak pernah suka melihat orang tuanya bertengkar, karena hal tersebut hanya membuatnya merasa takut, sedih dan bingung. Kalau sudah terlalu sering melihat dan mendengar pertengkaran orangtua, anak dapat mulai menjadi pemurung. Oleh karena itu sangat penting untuk tidak bertengkar di depan anak-anak.

Kondisi Psikologis Anak Akibat Perceraian
Masa ketika perceraian terjadi merupakan masa yang kritis buat anak, terutama menyangkut hubungan dengan orangtua yang tidak tinggal bersama. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam bathin anak-anak. Pada masa ini anak juga harus mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya yang baru. Hal-hal yang biasanya dirasakan oleh anak ketika orangtuanya bercerai adalah:
  • Merasa tidak aman (insecurity).
  • Tidak diinginkan atau ditolak oleh orang tuanya yang pergi.
  • Marah Sedih dan kesepian.
  • Kehilangan, merasa sendiri, menyalahkan diri sendiri sendiri sebagai penyebab orangtua bercerai.
Perasaan-perasaan ini dapat menyebabkan anak tersebut, setelah dewasa menjadi takut gagal dan takut menjalin hubungan dekat dengan orang lain. Beberapa indikator bahwa anak telah beradaptasi adalah: Menyadari dan mengerti bahwa orang tuanya sudah tidak lagi bersama dan tidak lagi berfantasi akan persatuan kedua orang tua, dapat menerima rasa kehilangan, tidak marah pada orang tua dan tidak menyalahkan diri sendiri, menjadi dirinya sendiri.
Anak - anak yang orang tuanya bercerai biasanya menderita berbagai masalah psikologis, antara lain seperti :
  1.  memiliki rasa bersalah dan suka menyalahkan diri sendiri
  2.  merasa tidak percaya diri atau rendah diri
  3.   merasa tidak diinginkan atau ditolak oleh orang tuanya
  4. merasa tidak merasa aman dan sendirian / kesepian

Perasaan - perasaan di atas yang dimiliki anak hasil perceraian dapat memicu timbulnya perkembangan perilaku seperti :
  • depresi dan suka memberontak
  • pendiam, tidak ceria dan suka bersedih
  • mudah marah, agresif, suka mengamuk berbuat kerusakan atau bertindak kasar
  • sulit berkonsentrasi dalam belajar yang dapat mengakibatkan prestasi sekolah menurun
  • takut memulai hubungan dengan lawan jenis karena takut gagal seperti orang tuanya

Namun, dampak perceraian terhadap anak di setiap keluarga tidak selalu sama, karena setiap orang tua dan anak berbeda. Pada beberapa anak, mereka tidak hanya akan mendapat dampak psikologis ketika kecil saja, tetapi juga dampaknya dapat berlanjut sampai mereka dewasa juga. Anak korban perceraian yang berhasil melalui proses adaptasi, tidak akan mengalami kesulitan yang berarti ketika meneruskan kehidupannya ke masa perkembangan selanjutnya. Tetapi bagi anak yang gagal beradaptasi dengan lingkungan baru setelah perceraian, maka anak akan membawa dampak ini hingga dewasa seperti perasaan ditolak, tidak percaya diri dan tidak dicintai.

Membangkitkan Motivasi dan Harapan Anak Korban Perceraian.
Bagi anak-anak mempunyai keluarga yang utuh adalah hal yang sangat membahagiakan. Mereka tidak pernah membayangkan bahwa akan ada perceraian dalam keluarganya. Keadaan psikologi anak akan sangat terguncang karena adanya perceraian dalam keluarga. Mereka akan sangat terpukul, kehilangan harapan, cenderung menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi pada keluarganya. Sangat sulit menemukan cara agar anak-anak merasa terbantu dalam menghadapi masa-masa sulit karena perceraian orangtuanya. Sekalipun ayah atau ibu berusaha memberikan yang terbaik yang mereka bisa, segala yang baik tersebut tetap tidak dapat menghilangkan kegundahan hati anak-anaknya.

Peran Orang Tua Terhadap Perkembangan Psikologi Anak.
Perceraian selalu berdampak buruk dan terasa amat pahit bagi anak-anak. Dan ini jelas menorehkan perasaan sedih serta takut pada diri anak. Sehingga, ia akan tumbuh dengan jiwa yang tidak sehat. Berikut ini beberapa saran untuk mengatasi kesedihan anak dalam melewati proses perceraian orang tuanya:
  • Dukung anak Anda untuk mengungkapkan perasaan mereka, baik yang positif maupun negatif, mengenai apa yang sudah terjadi.
  • Beri kesempatan pada anak untuk membicarakan mengenai perceraian dan bagaimana perceraian tersebut berpengaruh pada dirinya.
  • Bila Anda merasa tidak sanggup membantu anak, minta orang lain melakukannya. Misalnya, sanak keluarga yang dekat dengan si anak.
  • Sangatlah wajar bagi anak-anak jika memiliki berbagai macam emosi dan reaksi terhadap perceraian orang tuanya. Bisa saja mereka merasa bersalah dan menduga-duga, merekalah penyebab dari perceraian. Anak-anak marah dan merasa ketakutan. Mereka khawatir akan ditelantarkan oleh orang tua yang bercerai.
  • Ada anak-anak yang sanggup untuk menyuarakan perasaan mereka, dan ada juga yang tidak. Hal ini tergantung dari usia dan perkembangan mereka. Untuk anak-anak usia sekolah, jelas sekali perceraian mengakibatkan turunnya nilai pelajaran mereka di sekolah. Walaupun untuk beberapa lama anak-anak akan berusaha mati-matian menghadapi perceraian orang tuanya, pengaruh nyata dari perceraian biasanya dirasakan anak berusia 2 tahun ke atas.
  • Jangan menjelek-jelekan mantan pasangan di depan anak walaupun Anda masih marah atau bermusuhan dengan bekas suami. Hal ini merupakan salah satu yang sulit untuk dilakukan tapi Anda harus berusaha keras untuk mencobanya. Jika hal itu terus saja Anda lakukan, anak akan merasa, ayah atau ibunya jahat, pengkhianat, atau pembohong. Nah, pada anak tertentu, hal itu akan menyebabkan ia jadi dendam dan bahkan bisa trauma untuk menikah karena takut diperlakukan serupa.
  • Anak-anak tidak perlu merasa mereka harus bertindak sebagai “penyambung lidah” bagi kedua orang tuanya. Misalnya, Anda berujar, “Bilang, tuh, sama ayahmu, kamu sudah harus bayaran uang sekolah.”
  • Minta dukungan dari sanak keluarga dan teman-teman dekat. Orang tua tunggal memerlukan dukungan. Dukungan dari keluarga, sahabat, atau pemuka agama, yang dapat membantu Anda dan anak Anda untuk menyesuaikan diri dengan perpisahan dan perceraian..
  • Bilamana mungkin, dukung anak-anak agar memiliki pandangan yang positif terhadap kedua orang tuanya. Walaupun pada situasi yang baik, perpisahan dan perceraian dapat sangat menyakitkan dan mengecewakan bagi kebanyakan anak-anak. Dan tentu saja secara emosional juga sulit bagi para orang tua.
  • Diatas semuanya itu, mari berempati kepada anak-anak korban perceraian, bagaimanapun mereka berhak hidup bahagia dengan penuh limpahan kasih sayang meskipun keluarga mereka tidak utuh seperti dulu lagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar