DAMPAK PSIKOLOGIS ANAK KORBAN
PERCERAIAN ORANG TUANYA
Oleh : Yuyung Riana, S.Psi
Melihat kondisi zaman
now ini, dimana angka perceraian semakin meningkat membuat miris hati. Walaupun
penyebab perceraian bisa bermacam-macam faktornya, bisa dari masalah internal
maupun eksternal dari kedua pihak tersebut. Tentu saja hal ini merupakan salah
satu faktor penyebab rasio tingkat perceraian setiap hari semakin meningkat.
Perceraian adalah keputusan yang disepakati bersama demi
kebaikan dari kedua pihak, tanpa melihat bahwa yang akan menjadi korban dari
sebuah perceraian adalah anak-anak. Kesepakatan yang mereka ambil menimbulkan
efek yang sangat fatal bagi psikologis anak tersebut.
Anak yang terbiasa hidup dengan kedua orang tuanya, pasti
akan merasa sangat kehilangan dengan adanya perceraian yang menimpa keluarganya,
namun berbeda anak yang mengalaminya saat mereka belum mengerti apa arti
dari sebuah perceraian, dan biasanya orang tua mereka akan menutupi apa yang
terjadi dengan keadaan sesungguhnya.
Disini saya tidak akan membahas tentang perceraian itu
sendiri, tetapi lebih menitikberatkan pada dampak psikologis yang ditimbulkan
bagi anak-anak korban perceraian kedua orang tuanya. Jika memang perceraian adalah
satu-satunya jalan yang harus ditempuh dan tak terhindarkan lagi, apa tindakan
terbaik yang harus dilakukan oleh orangtua (Ayah dan Ibu) untuk mengurangi
dampak negatif perceraian tersebut bagi perkembangan mental anak-anak mereka.
Dengan kata lain bagaimana orangtua menyiapkan anak agar dapat beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi akibat perceraian. Sebelum perceraian terjadi,
biasanya didahului dengan banyak konflik dan pertengkaran. Kadang-kadang
pertengkaran tersebut masih bisa ditutup-tutupi sehingga anak tidak tahu, namun
tidak jarang anak bisa melihat dan mendengar secara jelas pertengkaran
tersebut.
Pertengkaran orangtua, apapun alasan dan bentuknya, akan
membuat anak merasa takut. Anak tidak pernah suka melihat orang tuanya
bertengkar, karena hal tersebut hanya membuatnya merasa takut, sedih dan
bingung. Kalau sudah terlalu sering melihat dan mendengar pertengkaran
orangtua, anak dapat mulai menjadi pemurung. Oleh karena itu sangat penting
untuk tidak bertengkar di depan anak-anak.
Kondisi
Psikologis Anak Akibat Perceraian
Masa
ketika perceraian terjadi merupakan masa yang kritis buat anak, terutama
menyangkut hubungan dengan orangtua yang tidak tinggal bersama. Berbagai
perasaan berkecamuk di dalam bathin anak-anak. Pada masa ini anak juga harus
mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya yang baru. Hal-hal yang biasanya
dirasakan oleh anak ketika orangtuanya bercerai adalah:
- Merasa tidak aman (insecurity).
- Tidak diinginkan atau ditolak oleh orang tuanya yang pergi.
- Marah Sedih dan kesepian.
- Kehilangan, merasa sendiri, menyalahkan diri sendiri sendiri sebagai penyebab orangtua bercerai.
Perasaan-perasaan
ini dapat menyebabkan anak tersebut, setelah dewasa menjadi takut gagal dan
takut menjalin hubungan dekat dengan orang lain. Beberapa indikator bahwa anak
telah beradaptasi adalah: Menyadari dan mengerti bahwa orang tuanya sudah tidak
lagi bersama dan tidak lagi berfantasi akan persatuan kedua orang tua, dapat
menerima rasa kehilangan, tidak marah pada orang tua dan tidak menyalahkan diri
sendiri, menjadi dirinya sendiri.
Anak - anak yang orang tuanya bercerai biasanya
menderita berbagai masalah psikologis, antara lain seperti :
- memiliki rasa bersalah dan suka menyalahkan diri sendiri
- merasa tidak percaya diri atau rendah diri
- merasa tidak diinginkan atau ditolak oleh orang tuanya
- merasa tidak merasa aman dan sendirian / kesepian
Perasaan - perasaan di atas yang dimiliki anak
hasil perceraian dapat memicu timbulnya perkembangan perilaku seperti :
- depresi dan suka memberontak
- pendiam, tidak ceria dan suka bersedih
- mudah marah, agresif, suka mengamuk berbuat kerusakan atau bertindak kasar
- sulit berkonsentrasi dalam belajar yang dapat mengakibatkan prestasi sekolah menurun
- takut memulai hubungan dengan lawan jenis karena takut gagal seperti orang tuanya
Namun, dampak perceraian terhadap anak di
setiap keluarga tidak selalu sama, karena setiap orang tua dan anak berbeda.
Pada beberapa anak, mereka tidak hanya akan mendapat dampak psikologis ketika
kecil saja, tetapi juga dampaknya dapat berlanjut sampai mereka dewasa juga.
Anak korban perceraian yang berhasil melalui proses adaptasi, tidak akan
mengalami kesulitan yang berarti ketika meneruskan kehidupannya ke masa
perkembangan selanjutnya. Tetapi bagi anak yang gagal beradaptasi dengan
lingkungan baru setelah perceraian, maka anak akan membawa dampak ini hingga
dewasa seperti perasaan ditolak, tidak percaya diri dan tidak dicintai.
Membangkitkan Motivasi dan
Harapan Anak Korban Perceraian.
Bagi anak-anak mempunyai keluarga yang utuh adalah hal yang
sangat membahagiakan. Mereka tidak pernah membayangkan bahwa akan ada
perceraian dalam keluarganya. Keadaan psikologi anak akan sangat terguncang
karena adanya perceraian dalam keluarga. Mereka akan sangat terpukul,
kehilangan harapan, cenderung menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi
pada keluarganya. Sangat sulit menemukan cara agar anak-anak merasa terbantu
dalam menghadapi masa-masa sulit karena perceraian orangtuanya. Sekalipun ayah
atau ibu berusaha memberikan yang terbaik yang mereka bisa, segala yang baik
tersebut tetap tidak dapat menghilangkan kegundahan hati anak-anaknya.
Peran
Orang Tua Terhadap Perkembangan Psikologi Anak.
Perceraian
selalu berdampak buruk dan terasa amat pahit bagi anak-anak. Dan ini jelas
menorehkan perasaan sedih serta takut pada diri anak. Sehingga, ia akan tumbuh
dengan jiwa yang tidak sehat. Berikut ini beberapa saran untuk mengatasi
kesedihan anak dalam melewati proses perceraian orang tuanya:
- Dukung anak Anda untuk mengungkapkan perasaan mereka, baik yang positif maupun negatif, mengenai apa yang sudah terjadi.
- Beri kesempatan pada anak untuk membicarakan mengenai perceraian dan bagaimana perceraian tersebut berpengaruh pada dirinya.
- Bila Anda merasa tidak sanggup membantu anak, minta orang lain melakukannya. Misalnya, sanak keluarga yang dekat dengan si anak.
- Sangatlah wajar bagi anak-anak jika memiliki berbagai macam emosi dan reaksi terhadap perceraian orang tuanya. Bisa saja mereka merasa bersalah dan menduga-duga, merekalah penyebab dari perceraian. Anak-anak marah dan merasa ketakutan. Mereka khawatir akan ditelantarkan oleh orang tua yang bercerai.
- Ada anak-anak yang sanggup untuk menyuarakan perasaan mereka, dan ada juga yang tidak. Hal ini tergantung dari usia dan perkembangan mereka. Untuk anak-anak usia sekolah, jelas sekali perceraian mengakibatkan turunnya nilai pelajaran mereka di sekolah. Walaupun untuk beberapa lama anak-anak akan berusaha mati-matian menghadapi perceraian orang tuanya, pengaruh nyata dari perceraian biasanya dirasakan anak berusia 2 tahun ke atas.
- Jangan menjelek-jelekan mantan pasangan di depan anak walaupun Anda masih marah atau bermusuhan dengan bekas suami. Hal ini merupakan salah satu yang sulit untuk dilakukan tapi Anda harus berusaha keras untuk mencobanya. Jika hal itu terus saja Anda lakukan, anak akan merasa, ayah atau ibunya jahat, pengkhianat, atau pembohong. Nah, pada anak tertentu, hal itu akan menyebabkan ia jadi dendam dan bahkan bisa trauma untuk menikah karena takut diperlakukan serupa.
- Anak-anak tidak perlu merasa mereka harus bertindak sebagai “penyambung lidah” bagi kedua orang tuanya. Misalnya, Anda berujar, “Bilang, tuh, sama ayahmu, kamu sudah harus bayaran uang sekolah.”
- Minta dukungan dari sanak keluarga dan teman-teman dekat. Orang tua tunggal memerlukan dukungan. Dukungan dari keluarga, sahabat, atau pemuka agama, yang dapat membantu Anda dan anak Anda untuk menyesuaikan diri dengan perpisahan dan perceraian..
- Bilamana mungkin, dukung anak-anak agar memiliki pandangan yang positif terhadap kedua orang tuanya. Walaupun pada situasi yang baik, perpisahan dan perceraian dapat sangat menyakitkan dan mengecewakan bagi kebanyakan anak-anak. Dan tentu saja secara emosional juga sulit bagi para orang tua.
- Diatas semuanya itu, mari berempati kepada anak-anak korban perceraian, bagaimanapun mereka berhak hidup bahagia dengan penuh limpahan kasih sayang meskipun keluarga mereka tidak utuh seperti dulu lagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar